![]() |
Sari Lenggogeni (Foto : NET) |
Oleh: Sari Lenggogeni
/ Direktur Pusat Studi Pariwisata Universitas Andalas & Staf Ahli
Pokja Pariwisata Komite Ekonomi dan Industri Nasional Republik Indonesia
SUMBAR (Sumatera Barat) akan menjadi host Hari Pers Nasional (HPN) 2018. Peristiwa ini
tentu akan jadi berita gembira, mengingat benefit dan dampak positif
yang akan dihasilkan dari event yang berkategori Meeting Incentive
Conference, dan Exhibition (MICE) ini.
Namun, HPN bukan sekedar event MICE biasa, dampak samping yang
dihasilkan tidak hanya diasumsikan akan membawa kunjungan 6000 wisatawan
(domestik) serta internasional, dampak terhadap industri perhotelan,
kuliner, ekonomi kreatif, dan beberapa indirect effect lainnya akan ikut
terangkat pula.
Mari kita telaah. HPN, dengan segmentasi media yang menjadi bagian dari stakeholders pariwisata Akademis-Bisnis-Goverment-Community
dan Media (ABGCM), jelas punya peranan penting, yaitu; “media sebagai
driver dari perilaku”(wisatawan, investor, pemerintah dan masyarakat).
Media sebagai sumber informasi eksternal bagi stakeholders pariwisata,
merupakan tools yang memiliki peran besar dalam mengubah atau
menciptakan persepsi, positif ataupun negatif, dan bisa pula berperan
sebagai penangkal persepsi resiko, bahkan bisa menjadi kontributor
persepsi resiko yang merupakan driver perilaku stakeholders pariwisata.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Tourism Development Centre Andalas
University dan Lenggogeni ( 2015, 2016, 2017); wisatawan internasional
sepakat menyatakan Indonesia darurat sampah, misalnya. Upaya dinas
pariwisata kabupaten kota tidak akan cukup hanya dengan memberantas
sadar bersih wisata untuk wisatawan, sehingga memont ini harus bisa
menjadi deklarasi utama dalam HPN yang akan dihadiri Presiden Jokowi
nantinya.
Penelitian terkait mengungkapkan bahwa, pro enviromental behavior
wisatawan domestik menjadi catatan utama yang harus dituntaskan bersama.
Sebuah media televisi Australia, baru baru ini mengekspos upaya
Kemenpar menambah Bali baru, justru mendapat respon negatif oleh para
netizen Australia. Indonesia dipersepsikan sebagai negara yang kotor,
perilaku masyarakatnya tidak pro lingkungan, minimnya sanitasi air
bersih dan lainnya.
Kasus ini adalah salah satu contoh nyata kontemporer terkait peran media
terhadap sebuah destinasi.
Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, tetapi peranan media
menciptakan persepsi positif dalam menggerakkan behavior masyarakat agar
sadar bersih wisata akan menjadi point penting dalam mem-breakdown
program dan aktivitas HPN.
Sejatinya ada banyak masalah yang membentang di tengah relasi media dan
pariwisata. Terlepas dari itu semua, menurut hemat saya, ada 4
sasaran yang dapat dicapai pada 4 target stakeholders terkait dengan
HPN:
1.Media dan Visitor
Media adalah salah satu driver utama peningkatan jumlah pergerakan
wisatawan nusantara yang pro lingkungan. Dalam konteks peningkatan
jumlah visitor melalui upaya branding dan strategi komunikasi pemasaran
media HPN-Melalui media nasional, maka HPN diharapkan mampu
menstimulasi pergerakan wisnus pada daerah tujuan wisata di Indonesia
Bagian Barat. Kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan ekposure
destinasi yang dapat dikategorikan sebagai mass tourism destination,
seperti daerah urban destination. Untuk eksposure destinasi berbasis
alam atau heritage, eskpos media diimbangi dengan gerakan proteksi
destinasi agar tidak terjadi kehancuran destinasi.
Pemerintah diharuskan untuk tidak hanya fokus pada jumlah kunjungan,
tetapi melakukan strategi proteksi destinasi agar destinasi bisa
berkelanjutan. Aktivitas bisa mengarah pada lomba penulisan wisata
urban, suistanable tourism pada destinasi alam dan heritage, dan edukasi
pembaca untuk wisata minat khusus. Targetnya adalah peningkatan jumlah
pergerakan wisnus dengan aspek suistanability.
2. Media dan Government
Media sebagai alat identifikasi permasalahan dalam rangka penyempurnaan
regulasi pariwisata untuk peningkatan devisa. Melalui HPN,
masalah-masalah diatas dapat dijadikan highlight untuk membangun
awareness pemerintah dalam mengindetifikasi potensi produk hukum yang
berorientasi pada peningkatan devisa dan lingkungan.
Sebagai contoh,regulasi proteksi destinasi perlu dipertajam, seperti
mengangkat Undang Undang no 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
tentang konservasi Sumber Daya Alam Hayati serta regulasi proteksi
destinasi selain yang mengacu pada perilaku buruk wisatawan (skala
individual), agar memunculkan kesadaran pro-enviromental behaviour
wisatawan, disamping proteksi destinasi untuk keberlangsungan budaya dan
ekonomi-bisnis. Selain itu kebijakan terkait regulasi yang bersifat
pro-ekonomi seperti pajak untuk kapal dengan fungsi ganda akomodasi
untuk wisata juga memiliki urgensi terhadap payung hukum. Melalui
aktivitas Focus Group Discussion bersama Pemerintah pusat, provinsi,
lokal berserta K/L terkait, dua masalah ini juga menjadi topik yang
menarik. Tentu sasaran akhir dari point ini adalah indentifikasi produk
hukum pariwisata dalam upaya peningkatan devisa di sektor pariwisata dan
suistanability tourism.
3. Media dan Investor Industri
Media merupakan sarana edukasi investasi pariwisata dan katalisator
untuk citra iklim kondusif investasi. Dalam upaya menarik investor
industri pariwisata, HPN diharapkan dapat melakukan aktivitas yang
meng-highlight kebijakan ease of doing business, aspek keamanan dan
jaminan keberlangsungan bisnis pada investor. Upaya lain juga dapat
dilakukan agar munculnya awareness pada pemerintah dalam upaya
memberikan stimulant investasi seperti tax holiday, insentif dan subsidi
pada industri pariwisata. Aktivitas dapat juga mengarah pada diskusi
forum bisnis dan kepala daerah, dan ekpos profil dan kebjikan investasi.
Target akhir adalah, merangsang jumlah investor industri pariwisata
Indonesia.
4. Media dan Masyarakat